Agar adalah
material hidrokoloid yang secara alamiah diperoleh dari ekstraksi rumput laut
merah, yang terbuat dari campuran dua polisakarida yaitu agarosa dan
agaropektin. Agarosa adalah polimer linear dan komponen utama agar terdiri dari
70% campuran yang mengandung unit ulang agarobiose. Agarobiose merupakan
disakarida yang terdiri dari D-galaktosa dan 3,6-anhidro-L-galaktopiranose.
Meskipun kedua senyawa memiliki kerangka berbasis galaktosa yang sama,
agaropektin mengandung gugus samping asam, seperti sulfat dan piruvat,
sedangkan agarosa memiliki muatan netral. Kehadiran sejumlah atom oksigen dalam
struktur agar memenuhi persyaratan untuk menjadi host polimer suatu elektrolit,
karena dapat menjadi gugus yang memungkinkan tejadinya kompleksasi.
Gambar 5 Struktur Agarose dan Agaropectin
Penggunaan
awal agar dalam elektrokimia terbatas pada pembuatan jembatan garam dalam
pengembangan elektroda pembanding. Tahun 2005, Kasem dkk. melihat kecocokan
agar sebagai host polimer elektrolit. Penelitian menginvestigasi perilaku
elektrokimia untuk sistem redoks elektron dengan penggunaan elektrolit jel
agar/KCl. Kemudian sejak itu, sedikit studi menguji elektrolit berbasis agar
yang dibuat dalam bentuk padat atau jel. Meskipun agar tidak secara ekstensif
diteliti dibanding selulosa atau kitosan, berbagai jenis garan sebagai
konduktor ion dan asam lemah sebagai konduktor proton telah diinvestigasi.
Inklusi dari cairan ion, pemplastis dan pengisi nanopartikel telah dievaluasi
baik. Sepanjang ini, konduktivitas ion tertinggi pada suhu ruang diperoleh 10-3
S/cm untuk elektrolit berbasis agar, yang dapat dibandingkan terhadap elektrolit
cair. Kinerja elektrolit berbasis agar telah diuji untuk aplikasi DSSC, ECD dan
sel bahan bakar.
Karagenan
Karagenan
adalah polimer polisakarida tersulfasi linear yang diekstraks dari jenis alga
merah yang disebut rhodopyceae. Karagenan diaplikasikan ke dalam
tiga jenis utam (a) Kappa (k)
karagenan yang memiliki satu gugus sulfat per disakarida, (b) iota (i)-karagenan dengan dua gugus sulfat per
disakarida dan (c) lambda (λ) karagenan dengan tiga gugus sulfat
per disakarida. Karagenan memiliki unit ulang galaktosa dan
3,6-anhidrogalaktosa, yang tersulfasi maupun tidak tersulfasi, teralgamatasi
dengan ikatan 𝜶-(1,3) dan β-(1,4)-glikosidik. Gambar di bawah
menampilkan unit yang menggambarkan karagenan. Polimer ini digunakan secara
ektensif dalam makanan, kosmetik dan industri farmasi. Penelitian tentang
polimer elektrolit sejauh ini melibatkan kappa dan iota karagenan sementara
tidak dengan lambda karagenan.
Gambar 6 Struktur Karagenan
Penelitian
awal yang memfokuskan potensi karagenan dalam bidang polimer elektrolit
dilaporkan oleh Mobarak tahun 2012. Tim membuat polimer elektorlit berbasis
kappa karagenan dan karboksimetil (CMC) kappa karagenan menggunakan metode
casting larutan asam asetat 1% (v/v).
Konduktivitas ion sebesar 5,34 x 10-7 S/cm pada suhu ruang diperoleh
untuk kappa karagenan. Menariknya, modifikasi menjadi CMC kappa-karagenan,
konduktivitas ion meningkat kelipatan pangkat tiga menjadi 2,02 x 10-4
S/cm. Peningkatan ini disebabkan karena modifikasi meningkatkan jumlah oksigen
dalam sistem, sehingga menyediakan ruang yang lebih besar untuk proton atau
kation berkoordinasi. Penelitian lainnya dilakukan dengan menggunakan CMC kappa
karagenan dan iota karagenan dengan berbagai rasio garam nitrat (LiNO3)
5-30%. Konduktivitas ion tertinggi untuk CMC kappa karagenan diperoleh pada 30%
LiNO3 dengan 5,85 x 10-3 S/cm, sementara untuk iota
karagenan tercata 5,51 x 10-3 S/cm pada 20% garam. Penelitian
lainnya fokus pada kappa karagenan yang dilakukan oleh Rudziah dkk. Dalam
penelitian ini, karboksimetil kappa karagenan (CMKC) dicampurkan dengan
karboksimetil selulosa (CMC). Selulosa diekstraks dari serat kenaf dan dimodifikasi
menghasilkan CMC. Film CMKC/CMC dibuat menggunakan metode casting larutan
dengan berbagai perbandingan. Mereka menjelaskan bahwa peningkaan konduktivitas
berhubungan dengan peningkatan gerak rantai dan fraksi area amorf. Elektrolit
berbasis karagenan telah diuji untuk beragam aplikasi, seperti DSSC, ECD,
superkapasitor dan sel bahan bakar.
Pektin
Pektin
adalah satu jenis polimer yang tidak secara luas diekplorasi dalam bidang
polimer elektrolit. Pektin merupakan polimer alam, yang secara natural ada
dalam dinding sel tumbuhan teristrial dan melimpah dalam sayur-sayuran dan
buah-buahan. Buah jeruk, seperti jeruk dan lemon, mengandung sejumlah utama
pektin. Sumber utamanya adalah kulit jeruk dan apel, yang merupakan residu dari
produk jus jeruk dan apel. Secara tipikal, pektin digunakan dalam produk makanan
karena memiliki keunggulan efek kesehatan bagi konsumen. Pektin komersial
merupakan serbuk berwarna putih hingga cokelat muda. Pektin biasanya digunakan
sebagai agen jel untuk produksi makanan. Secara kimia, pektin merupakan
kompleks polisakarida yang terdiri dari asam D-galakturonic dalam rantai
alfa-(1,4) (65%). Pektin merupakan kelompok bahan yang dapat membentuk jel
ketika dilarutkan ke dalam air pada kondisi yang sesuai. Gambar berikut
menunjukkan struktur unit ulang dari pektin.
Gambar 7 Struktur Pektin
Polimer
elektrolit berbasis pektin dimulai tahun 2009 oleh Andrande dkk. Pektin diisi
dengan sejumlah LiClO4 dan diplastisasi dengan gliserol untuk 0-70%.
Hasilnya berupa film transparan yang dengan sulit dapat diperoleh dalam polimer
elektrolit. Konduktivitas ion yang terbaik yaitu 4,7 x 10-4 S/cm
diperoleh oleh sampel yang terplastisasi 68% gliserol.
Guar Gum dan Gum Arabic
Guar gum
diproses dari endosperma benih dari kacang-kacangan, Cyamopsis
tetragonolobus, yang dimilki oleh keluarga Leguminosae. Guar gum mengandung
kompleks polisakarida yang disebut galaktomanan yang terdiri dari D-galaktosa
dan D-manosa. Gambar di bawah mengilustasikan unit ulang Guar gum. Polimer ini
mengandung gugus hidroksil yang melimpah dan cenderung membentuk ikatan
hidrogen dengan air. Guar gum biasanya digunakan sebagai aditif dalam makanan,
farmasi, kertas, tekstil dan industri kosmetik. Aplikasi guar gum sebagai
polimer elektrolit dimulai tahun 2014 yang diawali oleh Sudhakar dkk. Mereka
menyiapkan polimer elektrolit padat dengan sistem Guar gum/LiClO4/gliserol
dan memperoleh konduktivitas ion tertinggi pada suhu ruang sebesar 2,2 x 10-3
S/cm. Selanjutnya, pengaruh penambahan cairan ion dan bahan pengisi dipelajari
oelh peneliti-peneliti lainnya.
Gambar 8 Struktur guar gum
Gum arabic,
yang dikenal sebagai gum Acacia yang diperoleh dari pohon Acacia. Gum Arabic
merupkan polisakarida bercabang dan mengandung komponen glikoprotein. Gum
arabic melimpah dan umumnya digunakan sebagai pengemulsi, penstabil dan agen
pengental. Penelitian gum Arabic dilakukan oleh Khalid dan Hartono untuk
aplikasi superkapasitor. Mereka membuat elektrolit berbentuk jel dengan
mencampur gum Arabic dengan asam fosfor. Elektrolit jel ini menghasilkan
konduktivitas dan kinerja superkapasitansi yang baik.
e. Gelatin
Gelatin
adalah protein yang diperoleh dari kolagen, suatu protein alam yang ada pada
tulang, kartilage dan kulit. Sumber utama gelatin adalah hewan sapi dan babi,
tetapi juga dapat diekstrak dari ikan dan telur. Sifat-sifat gelatin
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti sumbernya, usia hewan dan jenis
kolagen. Gelatin telah digunakan secara luas untuk berbagai keperluan seperti
pengemulsi, agen buih, material kemasan makanan dan penstabil koloid. Gelatin
merupakan protein polidispersi yang terdiri dari campuran jenis rantai berbeda
dengan beragam berat molekul. Gambar di bawah menunjukkan unit ulang gelatin.
Penelitian polimer elektrolit berbasis gelatin dimulai tahun 2007 oleh Diogo F
dkk. Sistem polimer elektrolit padat terbuat dari gelatin/gliserol/asam asetat
dengan konduktivitas ion terbaik pada suhu ruang diperoleh pada 10^-5 S/cm.
Sistem elektrolit ini telah diujikan pada EDC dan DSSC.
Gambar 9 Struktur Gelatin
f. Karet Alam
Karet alam
adalah polimer elastik yang diperoleh dari getah pohon karet, terbuat dari
ribuan unit ulang isoprean (C5H8)n. Karet
alam diproduksi dari ribuan spesies tumbuhan yang berbeda. Dalam industri,
sumber utama karet alam berasal dari pohon Havea
brasiliensis, yang paling banyak ditanam di Asia Tenggara dan Afrika Barat.
Karet alam memiliki sifat-sifat khusus, seperti suhu transisi gelas yang
rendah, elastisitas yang baik dan karakteristik adesi. Karet alam telah
digunakan luas dala beragam aplikasi, dari kebutuhan rumah tangga hingga
indutri otomotif besar dan kecil. Tidak seperti sistem polimer elektrolit,
karet alam tidak memiliki gugus polar dalam struktur untuk memfasilitasi gerak
ion. Oleh karena itu, karet alam seperti karet alam terepoksidasi (ENR), ENR-25
dan ENR-50 (di mana 25 dan 50 menunjukkan gugus epoksi), dan polimetil
metakrilat tercangkok karet alam (MG), MG-30 dan MG-49 (di mana 30 dan 49
menunjukkan persentase metil metakrilat yang tercangkok pada karet alam)
ditunjukkan pada Gambar di bawah, telah dikenal menyelesaikan kelemahan.

Gambar 10 Struktur Karet Alam
Studi
polimer elektrolit berbasis karet alam dimulai oleh Yoshizawa dkk.
tahun 2000. Mereka mencampurkan karet alam dengan polietilen oksida mengunakan
metode casting menghasilkan film elektrolit padat. Konduktivitas ion yang
diperoleh pada suhu ruang adalah 10-6 S/cm. Selanjutnya fokus
bergeser pada turunan karet alam seperti MG-30, MG-49, ENR-25 dan ENR-50.
Turunan MG-30 dan MG-49 dibuat dengan polimerisasi monomer metil metakrilat
dalam lateks sehingga rantai polimer menjadi terikat pada molekul karet.
Selanjutnya, ENR dimodifikasi secara kimia dari karet alam, di mana beberapa
gugus tidak jenuh dikonversi menjadi gugus epoksida dan secara random
terdistribusi. Lainnya yang digunakan sebagai host polimer tunggal, karet alam
dan turunannya dicampur dengan polimer lainnya untuk meningkatkan sifat sistem
elektrolit.
2. Polimer yang disintesis secara kimia dari monomer berbasis alam
Jenis kedua
dari biopolimer adalah polimer yang disintesis dari monomer yang diperoleh dari
alam. Polimer-polimer ini secara praktis dapat menghasilkan polimer yang dibuat
khusus dengan sifat-sifat unggul menggunakan monomer. Namun, penelitian yang
melibatkan jenis polimer ini hanya dibatasi pada asam polilaktat dan beberapa
poliuretan berbasis minyak tumbuhan.
1. Asam polilaktat
Asam
poli(laktat) merupakan poliester terbiodegradasi termoplastik alifatik linear
yang diturunkan dari dua jalur utama, yang dinamakan, pembukaan cincin laktida
atau polikondensasi asam laktat, prekursor monomer yang diperoleh dari sumber
daya yang terbarukan. Monomer dihasilkan dengan proses fermentasi bahan
mentah gula, seperti dekstrosa atau sintesis kimia. Bahan mentah gula dapat
diperoleh langsung dari sumbernya (tebu, gula bit) atau melalui konversi pati
dari jagung, kentang, tapioka, beras dan residu perkebunan lainnya. Gambar di
bawah menampilkan struktur umum dari asam poli(laktat).
Gambar 11 Struktur Asam Poli(laktat)
Beberapa
studi telah dilaporkan secara elaborasi pada elektrolit PLA. Dalam studi
tersebut, elektrolit berbasis PLA dibuat melalui metode casting larutan.
Hasilnya menunjukkan bahwa konduktivitas PLA murni pada suhu ruang adalah 9,46
x 10-12 S/cm. Etilen karbonat ditambahkan sebagai agen pemplastis.
Penambahan garam LiClO4 sebagai pembawa ion ke dalam sistem PLA/EC
meningkatkan konduktivitas menjadi 1,44 x 10-6 S/cm. Penambahan SiO2
sebagai pengisi keramik selanjutnya meningkatkan konduktivitas sistem
elektrolit PLA menjadi 1,29 x 10-5 S/cm. Selanjutnya, Chew
meningkatkan elektrolit berbasis PLA dengan penambahan aluminium oksida
(Al2O3) sebagai jenis lain yaitu pengisi keramik.
Komposisi yang sama dibuat seperti PLA/EC/LiClO4 dan dibuat dengan
beragam pengisi. Berdasarkan luaran, penambahan 4% Al2O3
menunjukkan konduktivitas tertinggi pada 2,07 x 10-5.
Osinska-Broniarz menemukan kinerja PLA dipadukan dengan 3-hidroksibutirat (PHB)
sebagai polimer elektrolit jel. Paduan PLA/PHB dibuat melalui metode
elektrospining. Membran PLA/PHB kemudian dicelupkan dalam elektrollit yang
mengandung litium heksafluorofosfat (LiPF6) dalam suatu campuran
etilen karbonat dan dimetil karbonat. Konduktivitas ion maksimum pada suhu
ruang sebesar 1,5 x 10-5 diperoleh pada perbandingan 70 : 30 PLA
terhadap PHB. Studi lainnya, polimer elektrolit terner berbasis PLA, cairan ion
(Pyr14TFSI) dan LiTFSI dibuat oleh Osada dkk. Material tersebut
dicampurkan dengan menggunakan teknik tekanan panas dan dilelehkan bersama-sama
tanpa menyertakan pelarut. PLA/Pyr14TFSI/LiTFSI mencapai
konduktivitas sebesar 2,1 x 10-4 pada suhu 60 oC.
2. Poliuretan berbasis minyak sayur
Minyak sayur
merupakan alternatif yang baik untuk menggantikan bahan mentah petrokimia.
Minyak sayur dapat digunakan sebagai material awal untuk menghasilkan polimer
baru. Minyak sayur diperoleh dari sumber tumbuhan, sehingga minyak sayur
tergolong alami, melimpah dan dapat diperbaharui. Minyak sayur dikelompokkan ke
dalam minyak edibel dan non edibel. Minyak sayur yang paling umum minyak kacang
kedelai, minyak palem, minyak bunga matahari, minyak biji, minyak jatropha dan
minyak jarak dan lain sebagainya. Minyak sayur terdiri dari rantai karbon
panjang dan komponen utamanya dikenal sebagai trigliserida. Beberapa minyak
mengandung ikatan rangkap carbon-carbon (bagian yang tidak jenuh) yang dapat
dikonversi menjadi gugus fungsi yang diinginkan melalui sintesis kimia. Untuk
tujuan polimer elektrolit, minyak palem, minyak jarak, dan minyak jatropha
telah digunakan sebagai bahan mentah untuk membuat poliuretan. Gambar 12 di bawah
menunjukkan reaksi polyol berbasis minyak sayur dengan gugus isosianat
menghasilkan poliuretan.

Gambar 12 Sintesis Polyurethane
Su'ait
membuat poliuretan berbasis minyak palem sebagai polimer elektrolit padat. Dalam
penelitiannya, palm kernel olil polyol (PKO-p) direaksikan dengan 2,4-metilen
difenil diisosianat (2,4'MDI) menghasilkan PU. Elektrolit dibuat dengan metode
casting larutan dengan menambahkan litium iodida sebagai garam dopan pada
konsentrasi 10-30%, dengan etilen karbonat sebagai agen pemplastis pada jumlah
yang optimu 20%. Konduktivitas ion terbaik pada suhu ruang sebesar 7,6 x 10-4
S/cm diperoleh pada 25% garam LiI. Studi lainnya elektrolit berbasis palem
dilakukan oleh Daud dkk, di mana PKO-p dicampurkan dengan 2,4'-MDI dalam
aseton. pada suhu ruang. Pengaruh variasi konsentrasi LiCF3SO3
dipelajari. Konduktivitas tertinggi pada suhu ruang sebesar 1,6 x 10-5
S/cm diperoleh pada penambahan 30% LiCF3SO3.
Poliuretan
berbasis minyak jarak disintesis oleh Salmiah dkk. Minyak jarak merupakan
alternatif yang baik untuk digunakan dalam pembuatan PU sebagai minyak
non-edibel. Dalam studi mereka, polyol minyak jarak direaksikan dengan
4,4'-difenilmetana diisosianat (MD) mengahasilkan PU. Elektrolit dibuat dengan
mencampurkan PU dengan garam LiI dan NaI dari konsentrasi 0-40%. Konduktivitas
ion maksimum pada suhu ruang tercatat pada 30% kedua garam sebesar 1,78 x 10-6
dan 4,28 x 10-7 S/cm untuk LiI dan NaI berturut-turut. Mereka
menyatakan bahwa sistem PU/LiI menghasilkan kondusktivitas ion ketika dibanding
PU/NaI dikarenakan ukuran kation Li+ yang lebih kecil dibandingkan
Na+. Ukuran kation Li+ dan Na+ adalah 0,76 dan
1,02 Ǻ, berturut-turut. Secara teori, ukuran kation yang lebih kecil
menyebabkan konduktivitas ion tinggi dikarenakan mobilitas kation yang lebih
tinggi.
Minyak jatropha adalah salah satu minyak non
edibel yang digunakan untuk membuat polyol untuk pembuatan poliuretan. Mustapa
dkk. membuat polimer elektrolit padat dari poliuretan berbasis jatrofa berisi
LiClO4 dan etilen karbonat. Konduktivitas ion teringgi sebesar 1,29
x 10-4 S/cm yang diperoleh pada 25% garam LiClO4.
3. Polimer yang dihasilkan oleh mikroorganisme
Produksi
polimer berbasis alam dapat diperoleh dengan menggunakan mikroorganisme atau
bakteri termodifikasi genetik. Kenyataannya, banyaknya jumlah biopolimer dengan
sifat-sifat material yang sesuai untuk aplikasi industri dan telah disintesis.
Bagian ini akan membahas beberapa polimer yang diinvestigasi sebagai host
polimer elektrolit.
a. Selulosa bakterial
Selulosa
bakterial utamanya digunakan untuk industri makanan dan dalam aplikasi biomedis
dan kosmetik. Selulosa bakterial diperoleh dari bakteri asam asetat dalam media
sintetik maupun non-sintetik melalui fermentasi oksidatif. Beberapa bakteri yang memproduksi selulosa
adalah Acetobacter, Rhizobium, Agrobacterium dan Sarcina. Salah satu bakteri
yang memproduksi selulosa adalah Acetobacter
xylinum, merupakan pensintesis yang paling efisien dari selulosa bakterial.
Struktur kimia dari selulosa bakterial sama dengan selulosa tumbuhan, kecuali
sifat fisik dan kimianya. Selulosa bakterial memiliki karakteristik unik
dibandingkan selulosa tumbuhan seperti (1) ketidaan lignin dan hemiselulosa,
(2) derajat polimerisasi yang tinggi dan (3) kapasitas menyerap air yang sangat
tinggi dan biodegradabilitas yang sempurna. Namun, harga selulosa bakterial
yang tinggi masih dipertimbangkan untuk aplikasi. Penelitian tentang polimer
elektrolit selulosa bakterial dimulai tahun 2015 dimana hanya ada dua
penelitian yang dilaporkan. Kedua penelitian ini berhasil mencatat konduktivitas
ion tinggi sama dengan elektrolit cair.
b. Gellan gum dan xanthan gum
Gellan gum adalah polisakarida anion
ekstraseluler yang terdiri dari tetrasakarida yang mengandung dua glukosa,
yaitu, satu asam glucuronic dan satu cincin rhamnose. Gella gum diproduksi dari fermentasi Sphingomonas
elodea (ATCC 31461) dengan inokulasi sebuat medium fermentasi dengan
mikroorganisme. Gellan gum berada dalam dua bentuk yang spesifik high acyl
(gellan murni) dan low acyl. Gellan low acyl kuat, kaku dan gel tidak elastik
sedangkan gellan high acyl sebaliknya lunak, elastik dan gel tidak kaku. Gellan gum terutama dipelajari dalam bidang ophythalmology untuk sifat pengantar obat.
Satu dari sifat gellan gum adalah kestabilan termal yang tinggi yang dapat
mencapai 120 oC dan reversibilitas termalnya. Gambar berikut menjelaskan unit ulang
gelan gum. Gellan gum telah
dipelajari sebagai host polimer dengan variasi garam dan dopan asam. Penelitian
awal dilakukan pada tahun 2012 dalam aplikasi perangkat elektrokimia.
Gambar 13 Struktur Gellan Gum
Gambar 14 Struktur Xanthan Gum
Xanthan gum merupakan polisakarida
dengan berat molekul yang tinggi dihasilkan melalui fermentasi mikrobilogi gula tebu/jagung oleh
mikroorganisme Xanthomonas campestris. Xanthan gum memiliki kestabilan termal yang baik dan kelarutan dan
kestabilan yang baik, sehingga cocok digunakan dalam makanan, kosmetik dan
industri farmasi. Xanthan merupakan
polimer asam dengan bentuk helix berlipat lima, terdiri dari sub unit
pentasakarida membentuk kerangka selulosa dengan rantai samping trisakarida
yang terdiri dari manosa (β-1,4) asam glucuronic, (β-1,2) manosa yang terikat
pada residu glukosa lainnya dalam
kerangka ikatan (𝜶-1,3). Gambar di atas menyajikan unit ulang xanthan gum. Hanya dua
penelitian yang telah
dilaporkan kaitannya dengan elektrolit berbasis xanthan gum. Sistem elektrolit
khusus ini menunjukkan konduktivitas yang baik setelah diujikan pada aplikasi
sel surya pemeka cahaya (dye sensitized
solar cell) dan superkapasitor.
PENGEMBANGAN BIOPOLIMER ELEKTROLIT
Penggunaan polimer bebasis alam dalam
bidang polimer elektrolit buat suatu konsep baru. Faktanya, polimer elektrolit
telah digunakan sejak lama, namun, baru tiga dekade yang lalu biopolimer ini
secara ektensif diselidiki. Umumnya host polimer berbasis alam yang diteliti
memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari polimer ini sangat jelas
antara lain keterbaharuan, ketersediaan dan ramah lingkungan. Namun, biopolimer
ini memiliki beberapa permasalaha menyangkut aspek ekonomi dan teknis. Biaya
material tersebut relatif tinggi dibandingkan polimer berbasis minyak bumi. Beberapa
isu teknis seperti sifat hidrofil dan sifat mekanik yang buruk telah membatasi
penerapannya. Sehingga, sifat-sifat ini harus diperbaiki agar elektrolit dapat
digunakan secara komersil. Tantangan utama adalah menghasilkan sistem
elektrolit dengan konduktivitas tinggi, seiring mempertahankan sifat-sifat
mekanik, elektrokimia dan termalnya. Usaha yang dilakukan antara lain teknik paduan
polimer dengan polimer yang sesuai (kompatibel), penambahan pengisi dan
pemplastis. Teknik paduan bertujuan untuk memperoleh material baru dan unik
dengan yang tidak menurunkan sifat aslinya. Umumnya, paduan polimer terdir dari
campuran setidaknya dua bahan, polimer atau kopolimer, di mana komposisi isinya
di atas 2%. Metode ini digunakan karena sederha dan mudah mengontrol sifat –sifat
fisik yang berlebih dengan perubahan komposisinya.
Selanjutnya, penambahan pemplastis capat
meningkatkan konduktivitas polimer elektrolit dengan mengurangi suhu transisi
gelasnya yang memfasilitasi ion-ion dengan medium dan mendisosiasi agregat ion.
Selanjutnya, nilai tetapan dielektrik yang tinggi pemplastis dapat melarutkan
banyak garam, sehingga meningkatkan jumlah ion-ion bebas. Penambahan pengisi organik/anorganik
dapat mereduksi kristalinitas dan meningkatkan sifat-sifat mekanik dan
elektrokimia. Telah dipelajari bahwa konduktivitas ion secara kuat bergantung
pada ukuran partikel dan konsentrasi pengisi. Partikel berukuran kecil pada
jumlah yang sedikit meningkatkan konduktivitas. Selanjutnya, cairan ion (RTIL)
dapat menggantikan pelarut organk. Cairan ion adalah lelehan garam yang
mengandung kation ruah dan asimetrik dan mengandung anion anorganik yang muatannya
terdelokalisasi. Cairan ion memilki beberapa sifat menarik antara lain
kestabilan termal dan kimia yang baik, konduktivitas ion yang relatif tinggi,
tidak menguap, tidak dapat terbakar dan potensial elektrokimia yang lebar.
Data kolektif temuan awal biopolimer
elektrolit menggunakan polimer berbasis awal ditunjukkan pada Tabel 3. Hasilnya
dikategorikan berbasis pada sumber, asal, aplikasi, sifar fisik dan
elektrokimia. Sistem yang beragam telah diselidiki dengan menggunakan jenis
yang berbeda dari host polimer, garam, pemplastis, pengisi dan cairan ion.
Sejauh ini, pati, selulosa dan kitosan yang paling banyak diteliti dan
dilaporkan sebagai material dalam polimer elektrolit. Kecenderungan menunjukkan
bahwa pemilihan garam umumnya bergantung pada aplikasinya. Jenis berbeda dari
pemplastis telah digunakan untuk meningkatkan konduktivitas ion, seperti
gliserol, glukosa, sorbitol, urea, formamida, glutaraldehid, etilen karbonat,
propilen karbonat, dan lain-lain. Material nano oksida adalah pilihan umum
untuk digunakan sebagai pengisi. Sementara itu, beragam jenis cairan ion telah
dieksplorasi. Dari temuan-temuan ini, adalah mungkin polimer elektrolit
mencapai konduktivitas ion 10-2 - 10-3 S cm-1 yang
sama dengan konduktivitas ion elektrolit cair. Di samping itu, elektrolit jel
menunjukkan kinerja yang lebih baik dibanding padat. Untuk pemahaman yang
mendalam, uji utuh pada sifat elektrokimia, termal dan fisik elektrolit adalah
penting untuk meningkatkan kinerja mereka dalam aplikasi actual. Oleh karena
itu, untuk tujuan aplikasi perangkat elektrokimia yang nyata, polimer
elektrolit berbahan alam harus memiliki karakteristik sebagai berikut: (1)
konduktivitas ion (≥ 10 -4 S cm-1); (2) jumlah transfer
ion (tion ~ 1); (3) kestabilan kimia, termal dan elektrokimia
tinggi, (4) kekuatan mekanik yang baik dan (5) kekompatibelan dengan elektroda
baik.
diterjemahkan dari artikel review berjudul Bio-Based Polymer Electrolytes for Electrochemical Devices: Insight into Ionic Conductivity Performance, Authors: M Rayung, MM Aung, SC Azhar, LC Abdullah, MS Su'ait, A Ahmad dan SNAM Jamil, 2020, Materials, 13 (838), 1-47.
Penerjemah SunTheo C.L. Ndruru (Doctor of Philosophy in Material Physical Chemistry)