Mungkin
beberapa siswa ataupun kita sebagai guru pernah kewalahan untuk menjawab tujuan
suatu materi dalam kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Munculnya pendekatan
kontekstual dianggap mendorong pembelajaran dihubungkan dengan kehidupan
sehari-hari. Namun, sejauh ini apakah hal ini belum efektif, sehingga banyak
siswa merasa tidak butuh mata pelajaran tertentu yang berakibat pada rendahnya
hasil belajar mereka. Di sinilah peran guru harus mampu menjawab tantangan ini.
Kalau ditilik
tidak ada disiplin ilmu yang dapat berdiri sendiri, terutama jika disiplin ilmu
tersebut adalah ilmu terapan dari berbagai disiplin ilmu seperti Kedokteran,
Keteknikan, Pertanian, TIK, Manajemen dan Ilmu Sosial lainnya. Kita ambil
contoh, Prodi Teknik Industri mempelajari ilmu Fisika dan Matematika hingga
ilmu sosial Manajemen, untuk menjamin terapannya dalam dunia industri. Atau
bahkan Ilmu Murni sekalipun seperti Kimia yang tidak bisa secara tunggal
terpisah dari pemahaman Fisika maupun Biologi. Seorang expert di bidang Kimia Fisik Material misalnya, harus menganalisis
komponen-komponen material biologis misalnya kulit, batang, akar tumbuhan
tersebut mengandung zat bioaktif tertentu menggunakan teknik-teknik pemisahan
Kimia misalnya ekstraksi, hingga akhirnya secara teknik modifikasinya
menggunakan perlakuan kimia maupun fisika. Pemahaman fisikapun akhirnya
dibutuhkan misalnya dalam penerapan material tersebut sebagai sumber energi,
dengan mengkarakterisasi sifat-sifat fisiknya misalnya kestabilan mekanik: stress dan strain, ketahanan panas dan konduktivitas ionnya. Dari contoh ini,
maka jelas tidak utuh pemisahan-pemisahan disiplin ilmu tersebut.
Cabang ilmu sosial
juga saling terkait satu sama lainnya. Ketika mempelajari ilmu hukum, maka
pemahamamn tentang latar belakang (sejarah) munculnya hukum tersebut tidak
boleh dianggap remeh. Ketika belajar ilmu sosiologi maka pemahaman tentang
budaya juga dibutuhkan. Yang pada akhirnya semua disiplin ilmu tersebut
harusnya diberikan kedudukan yang sama dalam artian sama pentingnya, sehingga
tidak ada lagi ego pada bidang masing-masing, karena pada akhirnya semua saling
membutuhkan atau saling terkait.
Contoh lainnya, jika kita berbicara tentang peningkatan nilai tambah produk ekonomi. Kajian dimulai dari bagaimana memanfaatkan benda-benda di sekitar yang tak bernilai dapat ditingkatkan nilainya melalui perlakuan-perlakuan baik fisik maupun kimia. Seperti yang banyak kita ketahui biodiesel dari minyak sawit biasanya total diperoleh dari daging buahnya, sementara residu tandan kosongnya tidak diapa-apakan. Padahal residu tersebut mengandung metabolit primer selulosa yang masih dapat dimanfaatkan sebagai bioplastik, bioetanol, elektrolit padat, bahan farmasi dan lain-lain, yang tentu saja membutuhkan keahlian misalanya kimia, teknik kimia, fisika maupun biologi untuk mengelolanya. Sementara dalam memasarkannya dibutuhkan manajemen pasar dan ekonomi sehingga dapat dikonsumsi dan sampai ke masyarakat. Demikian pula kegiatan-kegitan akademik seperti publikasi imiah, penulisan karya tulis hingga kegiatan jurnalistik profesional, pemahaman tentang ketatabahasan adalah urgen agar dapat dipertanggungjawabkan dan elok dimengerti. Dalam bidang ini selain pemahaman substansi, maka penyajian dalam kaidah berbahasa dan menulis yang benar sangatlah penting.
Contoh-contoh di atas hanyalah sebagian dari banyaknya kasus yang secara tidak kita sadari menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Namun, alangkah disayangkan pembelajaran yang seharusnya media untuk menanamkan wawasan tentang hal ini terbaikan secara sadar maupun tidak sadar yang mengakibatkan pereduksian tujuan belajar itu sendiri. Di sinilah peran guru sebagai fasilitator itu dibutuhkan.
Guru masa kini haruslah memiliki wawasan yang luas, tidak cukup dengan teorema disiplin ilmu yang dia miliki untuk membawa anak didik berperilaku yang relevan sesuai dengan tantangan masa kini dan masa depan. Meskipun kenyataannya, pelaksanaan interkoneksi antar ilmu ini tidak bisa dengan utuh menjadi pelajaran khusus, tetapi paling efisien dapat disisipkan di setiap materi ajar hampir atau bahkan di seluruh mata pelajaran. Sebenarnya pada buku-buku pelajaran sudah menyajikan pengantar yang membuka cakrawala tentang bahasannya secara kontekstual di setiap pokok bahasan (perhatikan buku-buku pelajaran), adapula yang dicantumkan pada advanced organizer atau bahkan di bagian dari kurikulum tersebut misalnya di akhir sub pokok bahasan. Namun, apakah mereka-mereka itu diperhatikan khusus atau sekadarnya atau bahkan terabaikan?
Ketidakberdayaan
luaran sekolah terhadap tantangan masa kini, merupakan salah satu indikator terabainya
pentingnya wawasan interkoneksi ilmu. Munculnya peristilahan “salah jurusan”,
menyesal, tidak maksimal, tidak tahan tantangan, bosan hingga kasus drop out pada bidang yang sedang
dijalaninya adalah satu dari lemahnya wawasan tentang ilmu pengetahuan dan
keterikatan antar bidang tersebut. Wawasan interkoneksi juga penting dalam
mengevaluasi diri, mengukur kemampuan dan pada akhirnya menjadi kepribadian
yang siap menghadapi tantangan. Pribadi yang berwawasan interkoneksi menjadikan
ilmu bukan sebatas untuk mencari pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi
pendidikan yang dia miliki, tetapi mencari solusi yang menyeluruh dan
mengaitkannya satu sama lain, sehingga akhirnya menjadi bagian dalam
pencerdasan dan pensejahteraan masyrakat.
Kembali pada peran guru di sekolah. Pembelajaran yang berwawasan interkoneksi tampaknya bisa menjadi pendekatan yang dipilih oleh guru baik secara langsung maupun tidak langsung. Sistem sekolah dan manajemen sekolah yang fleksibellah yang mampu mewujudkannya. Sistem sekolah dengan pimpinan dan stakeholder yang memiliki pandangan ke depan yang harus menggiring guru-gurunya atau personil-personil sekolahnya untuk menerapkan pendekatan tersebut. Sekolah dengan pendekatan wawasan interkoneksi ilmu ini tampaknya akan menjadi impian, sehingga menghasilkan luaran-luaran berupa SDM yang memiliki wawasan yang tidak sempit dan tidak lagi memojokkan satu atau dua bidang ilmu tertentu. Guru-guru perlu banyak bertukar pikiran dengan guru-guru bidang lainnya, selain difasilitasi dengan bahan-bahan bacaan yang membuka cakrawala pengetahuan dan updating pemahaman, dan juga memfasilitasi guru-guru untuk mengikuti seminar-seminar penting tentang kapita selekta keilmuan dan relvansinya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan upaya ini maka dapat dipastikan guru sebagai penggerak dan utamanya mendorong penerapan merdeka belajar.
Merdeka belajar
yang dikampanyekan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Indonesia
Maju (KIM) tampaknya bisa terwujud melalui pembelajaran interkoneksi ilmu yang
ditawarkan pada tulisan ini. Merdeka belajar memfasilitasi siswa untuk merdeka
memilih apa yang dia mau atau tekuni, memberikan kebebasan kepada mereka-mereka
yang mamu mengembangkan dirinya tanpa batas, apalagi dengan sekat-sekat ilmu
yang kaku, tetapi tanpa melanggar etika sebagai akademis. Dihapuskannya Ujian
Nasional (UN), desain rencana pelaksanaan pembelajran (RPP) yang sederhana
serta sistem zonasi penerimaan pesera didik baru yang lebih fleksibel tampaknya
selaras dengan tujuan tulisan ini yang memberi ruang ekspresi dan ruang gerak
si pebelajar (peserta didik). Ke depan
diharapkan tidak ada lagi generasi yang merasa inferior dengan eksistensi yang
dia tekuni, semua berkarya membangun negeri, berkontribusi dalam mewujudkan
masyarakat adil dan makmur berdasar Pancasila dan UUD 1945.
Penulis:
1. STCL Ndruru
(Alumnus Pascasarjana ITB)
2. Theo Raynold EB
Ndruru (Mahasiswa FITB Tk II ITB)
Top 10 best new casino sites in Canada - Wooricasinos
BalasHapusTop 10 new 365 bet casino sites in 월드 벳 Canada · LeoVegas · Microgaming · 바카라추천사이트 Playtech · Microgaming · Microgaming · NetEnt · Playtech · NetEnt 포커 게임 다운 · 10bet Playtech